Selasa, 29 November 2011

KELUARGA SAKINAH

Arti Keluarga Sakinah

Perkawinan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang normal. Perjodohan adalah ikatan yang paling mesra dari segala macam ikatan dan hubungan manusia.

Menurut Undang-undang Perkawinan Pasal 1; perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Disini jelas bahwa perkawinan adalah ikatan dalam ajaran Islam disebut aqad (ijab qabul) antara dua jenis bani Adam yang saling mencintai, hubungan mereka bukan hanya menyangkut jasmaniah tetapi meliputi segala macam keperluan hidup insani. Keakraban yang sempurna, saling membutuhkan dan saling mencintai, serta rela mengabdikan diri satu dengan yang lainnya merupakan bagian dan kesatuan yang tidak terpisahkan, keduanya harus memikul bersama tanggung jawab saling mengisi dan saling tolong-menolong dalam melayarkan bahtera kehidupan rumah tangga.



Apa Yang Harus Dikelola?

Masyarakat yang terdiri dari keluarga-keluarga dan keluarga adalah pusat dari semua kegiatan masyarakat. Kehidupan agama, keamanan masyarakat, ketenangan hidup setiap orang tergantung kepada kesejahteraan keluarga dan rumah tangga.

Tidak ada suatu instansi dalam kehidupan ini yang fungsinya melebihi fungsi keluarga dan rumah tangga. Keluarga dan rumah tangga adalah pusat segala-galanya dari setiap orang, baik untuk pendidikan pembinaan watak dan kepribadian, moral dan akhlaq serta rasa social, cinta dan kasih saying.

Dengan demikian jelaslah betapa berat dan suci beban yang akan dipikul dan diemban oleh pasangan suami/istri dan jelaslah pula untuk jenjang perkawinan dan mendirikan rumah tangga bahagia diperlukan persiapan yang matang fisik dan psikis, diperlukan rencana hari depan yang disepakati bersama, diperlukan penilaian kepada apa yang harus diperbaiki dan disempurnakan termasuk rumah yang akan ditempati dan sumber atau pencaharian untuk biaya hidup.

Begitupun tujuan perkawinan dan hakekat keluarga harus jelas dan dihayati. Tujuan harus disepakati, harus ada keharmonisan bersama dalam cita-cita hari depan.

Kebahagiaan tidak mungkin tercapai jika tujuan dan cita-cita hidup mereka bertentangan.

Kebulatan tekad mencapai tujuan harus terjalin dengan indah, harus ada usaha dan aturan main yang sama-sama disenangi, pola dan pembagian tugas yang adil, disiplin dan hubungan kerja yang harmonis. Sewaktu-waktu rencana kerja harus dikontrol, kehidupan keluarga harus dikendalikan, diawasi dan diamati, apakah semua berjalan menurut rencana, apakah tujuan berhasil tanpa rintangan, ataukah ada kesulitan dan aral melintang, atau ketegangan yang harus diredakan atau disiplin dan kewaspadaan yang harus ditingkatkan.

Kemampuan suami sebagai kepala keluarga harus pula selalu mendapat sorotan. Sebagai pemimpin suami harus mempunyai pandangan yang luas, mampu menilai dan melihat titik kelemahan atau sumber kesalahpahaman serta mencari jalan mengatasinya.

Menurut Undanga-undang Perkawinan Pasal 31 ayat 3 “Suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga”. Sebagai kepala keluarga suami harus memiliki wibawa dan menguasai berbagai ilmu, keahlian dan bermacam keterampilan serta kondisi mental yang sehat. Banyak orang kawin asal kawin dan banyak pula suami yang tidak mampu memimpin dan dijadikan teladan dalam keluarganya.

Ada pula kalangan muda yang kadang-kadang berpendapat bahwa modal cinta seolah-olah semuanya beres. Padahal kehidupan dipenuhi oleh seribu satu rahasia yang dapat diemban hanya oleh orang yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kemauan serta iman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.

Khusus untuk suami sebagai kepala keluarga yang memegang pimpinan tertinggi (Top Manager) dalam rumah tangganya diperlukan persyaratan melebihi manajer biasa. Begitupun sang isteri sebagai ibu rumah tangga harus menguasai berbagai ilmu pengetahuan terutama biologi,fisiologi, psikologi dan lain-lain yang sangat berguna dalam mendampingi suami mengemban tugas kekeluargaan. Pada waktu ini pengetahuan tentang seks, tentang keluarga berencana (termasuk jumlah anak) tidak pelak lagi harus pula dikuasai.

Dan jangan lupa bahwa untuk menjadi kepala keluarga atai ibu rumah tangga yang baik dengan ilmu pengetahuan yang memadai diperlukan persiapan dan latihan yang terarah sehingga mereka dapat menjadi ibu dan ayah yang baik, menjadi tumpuan dan harapan bagi anak-anak dan keturunannya di belakang hari. Untuk ini semua perlu “manajemen keluarga dan rumah tangga”.



Peran Ibu Sebagai Ibu Rumah Tangga



Tidak seorangpun meragukan betapa besar dan penting seorang ibu dalam rumah tangganya. Ibu adalah partner dan teman sekerja seorang suami ibu dan ayah sama-sama memegang peranan, sama mempunyai hak dan kewajiban serta kedudukan penting dalam keluarga dan rumah tangganya. Pasal 3 ayat 1 berbunyi “Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak kedudukan isteri dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat”.

Walaupun ayah menjadi kepala keluarga namun yang bergulat mengatasi bermacam-macam kesulitan memegang dan mengelola kestabilan rumah tangga adalah ibu. Predikat “ibu rumah tangga” yang dinugrahkan kepada seorang isteri sungguh tepat yang dalam Islam disebut “Baai’yah atau Mudirah” dan merupakan jalan yang lurus menuju kebahagiaan. Islam menetapkan isteri sebagai pemimpin rumah tangga sebagai mana hadist Rasulullah SAW, yang artinya “Wanita menjadi pemimpin rumah tangga yang dibuatkan suaminya” dan sebuah makalah yang berarti “rumah tangga sebagai suatu kerajaan, Maha Ratu dan Pemimpinnya adalah wanita”.

Bagi seorang ibu yang betul-betul menghayati tugas rumah tangganya akan dapat merasakan betapa berat tugas-tugas kerumahtanggaan tersebut baik fisik maupun mental. Terutama bagi ibu-ibu muda yang berkarya atau disebut wanita karier, sesungguhnya beban di rumah tangga terasa amat melelahkan dan menyita pikiran, tetapi disanalah terdapat banyak keindahan dan kenyamanan.

Dalam hal ini manajemen modern pasti dapat menolong ibu dalam melaksanakan tugasnya dengan baik, lebih-lebih bila ditunjang dengan dan oleh pengertian, kesadaran dan kesabaran suami.

Beruntunglah seorang wanita jika mendapat suami yang baik dan memahami tugasnya dengan penuh pengertian. Tetapi jika dapat suami yang bersikap egois, mau menang sendiri dan tidak toleran maka beban berat akan bertambah dengan derita yang menyiksa yang tidak akan dapat diatasi walaupun rumah tangga diaturdengan manajemen modern sekalipun.

Oleh sebab itu disamping manajemen maka pengertian suami sangat menentukan bagi sukses tidaknya tugas isteri rumah tangganya.



Kesejahteraan Keluarga



Tujuan dari mengatur rumah tangga dengan manajemen yang baik adalah demi tercapainya apa yang disebut “rumah tangga sejahtera bahagia” atau kesejahteraan keluarga.

Sampai dimanakah sebuah keluarga dapat disebut keluarga sejahtera?

Keluarga sejahtera ditentukan oleh terpenuhi atau tidak kebutuhan keluarga tersebut. Jika setiap orang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun secara minimal sesuai dengan kemampuan dan potensi yang mereka miliki maka orang itu dapat disebut sejahtera.

Adapun kebutuhan pokok manusia adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan vital biologis atau kebutuhan jasmani umpama pakaian, perumahan, pemeliharaan, kesahatan dan sebagainya.

b. Kebutuhan rohani umpama filsafat hidup, agama, moral, dan lain-lain.

c. Kebutuhan social cultural umpama pergaulan, kebudayaan dan sebagainya.

Semua kebutuhan ini saling kait-mengait dan secara minimal harus terpenuhi untuk dan dapat disebut sejahtera.

Selain itu penting pula diketahui bahwa setiap orang memiliki sumber alamiah atau potensi yang ada dalam dirinya sebagai karunia dari Allah SWT kepada setiap orang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesejahteraan hidup yaitu:

1. Sumber yang ada pada manusia, yaitu tenaga, minat dan kesanggupan, ilmu pengetahuan dan keterampilan.

2. Sumber non manusia, yaitu waktu, uang, materi dan fasilitas umum yang dalam sekolah-sekolah kesejahteraan keluarga dikenal dengan sebutan 6 M yaitu: Man, Money, Methode, Material, Machine dan Market.

Semua sumber ini harus ditata dengan baik untuk dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan hidup.

Bagaimana menggunakan atau mengatur potensi dan sumber yang dimiliki untuk mencapai keluarga sejahtera?

1. Menggunakan tenaga dan sumber-sumber lainnya yang ada pada keluarga (manusia).

Tenaga dan kekuatan adalah man power yang ada pada setiap orang. Manusia dikaruniai Tuhan tulang belulang dan kekuatan fisik dan psikis yang cukup untuk kelangsungan hidupnya.

Tenaga untuk mencari rejeki, untuk mengerjakan keperluan rumah tangga, untuk menempuh jarak jauh dan jarak dekat pada manusia primitive. Pada zaman modern umpama bis, kereta api, peralatan elektronika dan sebagainya, yang dapat menambahkan kemampuan menguasai sarana untuk kesejahteraan, walaupun sebenarnya kebutuhan manusia bertambah pula.

Yang penting bagaiman mempergunakan dan mengatur tenaga untuk kesejahteraan, jangan terlalu diboroskan sehingga merusak kesehatan dan jangan pula disimpan (pemalas) padahal keperluan amat banyak. Begitu juga minat dan kemampuan.

Minat harus dipupuk dan disuburkan agar selalu hidup dan menyala apalagi pada anak-anak. Orang tua berkewajiban menumbuhkan minat yang bai untuk hari depan anak-anak.

Minat disebut juga motivasi yaitu dorongan atau kehendak yang menyebabkan seseorang berbuat atau bertindak. Minat harus diiringi dengan kemampuan melaksanakan, walaupun minat setinggi langit tapi tanpa kemampuan berbuat ia akan menjadi khayalan hampa yang tidak berguna.

Minat dan kemampuan harus pula ditata dengan baik untuk mencapai kesejahteraan. Adapun ilmu pengetahuan tidak ragu lagi merupakan mata air tak habis-habisnya yang dapat dipakai untuk mencapai kesejahteraan.

Dengan ilmu pengetahuan banyak masalah dapat dirampungkan dan banyak problem dapat dipecahkan. Tanpa pengetahuan urusan yang ringan menjadi berat dan yang mudah kadang-kadang menjadi sukar.

2. Mengatur keuangan dan sumber-sumber non manusia.

Uang memegang peranan penting dalam keluarga: tanpa uang banyak maksud yang tidak sampai. Sering terjadi perselisihan masalah perceraian karena masalah uang. Dan ini tidak terjadi hanya pada keluarga yang berpenghasilan rendah tetapi juga pada yang berpenghasilan tinggi.

Itulah sebabnya masalah keuangan harus ditata dengan baik terutama bagi yang berpenghasilan rendah, perencanaan keuangan harus benar-benar dapat dilaksanakan secara teratur.

3. Mencatat uang keluar masuk.

Pertama-tama harus dicata besarnya penerimaan atau uang masuk setiap bulan, kemudian dicatat pula besarnya pengeluaran. Pengeluaran harus dibagi dalam pos-pos penting, kemudian setengah penting, darurat, tidak terduga dan sebagainya.

Sebaiknya disediakan kotak atau pos khusus untuk setiap pengeluaran umpamanya:

Pos pengeluaran untuk keperluan dapur.
Pos pengeluaran untuk keperluan kesehatan.
Pos pengeluaran untuk hal-hal social dan ibadah.
Pos pengeluaran untuk pendidikan anak-anak.
Pos pengeluaran tidak terduga dan sebagainya.

Dalam menuliskan uang keluar masuk perlu dicamkan bahwa uang keluar tidak boleh besar dari pada uang masuk, setidak-tidaknya harus dibuat neraca berimbang supaya tidak terjerumus kedalam dunia hutang apalagi dunia kredit yang akhirnya dapat menjerat seumur hidup. Adapun pngeluaran mungkin saja tidak sama setiap bulan, ada pos berlebihan atau kekurangan atau tidak terpakai sama sekali, maka kecakapan dan kebijaksanaan seorang ibu rumah tangga sangat menentukan menjadikan pengeluaran tetap berimbang.

Perencanaan harus fleksibel sehingga jika terjadi sesuatu pos kelebihan hendaknya dapat dipakai untuk menutup kekurangan atau keperluan lain yang lebih mendesak.

4. Menabung.

Walaupun penghasilan kecil sebaiknya harus dibiasakan hidup berhemat dan sedapat-dapatnya dapat menabung setiap bulan walaupun sedikit.

Menabung sangat perlu untuk menghasilkan hari-hari suram atau untuk keperluan mendadak. Sering keluarga bingung menghadapi kesulitan-kesulitan yang mendesak padahal untuk meminjampun tidak mudah tetapi jika keluarga bias menabung maka uang tabungan dapat dipakai sewaktu-waktu.

5. Menambah penghasilan.

Walaupun sudah ada penghasilan bulanan sebaiknya setiap keluarga berusaha manambah penghasilan sesuai dengan kemampuan. Seumber dan potensi yang ada pada keluarga dapat dimanfaatkan untuk menambah penghasilan.

Waktu 24 jam siang dan malam terserah kepada keluarga membaginya untuk kerja pokok, istirahat, kerja sambilan dan sebagainya. Begitu pula keterampilan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk manambah pemasukan. Fasilitas umumpun banyak tersedia untuk menunjang keluarga mengejar kesejahteraan.

Yang penting setiap keluarga harus tertanam sikap yang mantap menghadapi soal keuangan umpama:

Tekad yang kuat untuk memberi kecukupan uang
Menghindari sifat malas dan cepat putus asa
Rencana kerja yang diikuti dengan disiplin
Hemat dan mampu mendahulukan yang lebih penting
Mengumpulkan uang dulu baru balanja
Tidak membiasakan diri dalam cara hidup konsumtif

Dalam masalah keuangan prinsip-prinsip manajemen sudah harus diterapkan dengan baik umpama, bagaimana membuat rencana untuk menambah penghasilan, bagaimana menggerakan anggota keluarga untuk mencapai tujuan yang dalam hal ini adalah kecukupan keuangan atau bagaimana memenuhi kebutuhan yang terbatas dengan daya dan dana yang terbatas, bagaimana mengkontrol pengeluaran supaya tidak melampaui budget yang telah digariskan.

Pokoknya potensi dan sumber yang ada pada keluarga harus diata dan diatur atau direncanakan sebaik-baiknya untuk jangka pendek atau jangka panjang, untuk harian, bulanan atau tahunan. Pengawasan terhadap rencana dan aturan yang dibuat amat perlu untuk mengetahui mana yang berjalan dengan baik, mana yang tidak harus diteruskan dan mana yang harus diperbaiki, direvisi dan disempurnakan.

Kemudian penilaianpun penting pula artinya menilai apa yang sudah dikerjakan apa semua sudah sesuai dengan rencana atau ada yang masih ketinggalan.

Setiap keluarga ingin hidup bahagia sejahtera tetapi untuk mencapainya amat bergantung pada kebijaksanaan dan mempergunakan sumber-sumber dan fasilitas yang ada disekelilingnya.

6. Cara pendekatan

a. Pertama-tama diberikan arti dan kepentingan manajemen untuk mengatur kehidupan rumah tangga, bahwa manajemen yang tadinya pemakaian terbatas dalam memimpin dan mengurus perusahaan dan industri tetapi sekarang telah menjangkau ruang lingkup yang demikian luas termasuk bidang keluarga dan rumah tangga.

b. Perlu dijelaskan adanya pengaruh positif dari mengatur rumah tangga dengan manajemen modern demi tercapainya kehidupan yang sakinah sejahtera dan bahagia dalam keluarga.

c. usaha memberikan contoh kalau perlu dengan table bagaimana mengatur keuangan, mengatur pembagian kerja, menggunakan waktu untuk keahlian untuk pembinaan kesejahteraan keluarga dan kedamaian rumah tangga.

d. Anjuran kepada masyarakat supaya mempelajari ilmu manajemen walaupun dasar-dasarnya saja demi kemampuan diri untuk memimpin dan mengatur pembagian kerja, mempergunakan waktu dan keahlian untuk membina kesejahteraan keluarga dan kedamaian rumah tangga.

e. Selanjutnya perlu ditekankan bahwa rumah tangga dan penghasilan yang kecil sekalipun jika ditata dengan baik pasti hasilnya lebih memuaskan dari pada penghasilan besar tetapi tidak diatur dan ditata rapi, sehingga kadang-kadang pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan.

f. Penting pula memberi pengertian kepada suami dan isteri bahwa dalam memimpin dan mengatur rumah tangga diperlukan rasa dan karsa atau seni dan kecerdasan untuk merasakan dan melihat letak kalemahan atau ketidakseimbangan, kemudian kemampuan mencari jalan untuk mengatasi atau memperbaiki, atau merevisi sector yang lemah dan sebagainya.(nia)
DISADUR : H, ENDIK PRASETYA

JAGALAH KELUARGAMU DARI API NERAKA

بسم الله الرحمن الرحيم
Banyak orang yang mendambakan kebahagiaan, mencari ketentraman dan ketenangan jiwa raga sebagaimana usaha menjauhkan diri dari sebab-sebab kesengsaraan, kegoncangan jiwa dan depresi khususnya dalam rumah dan keluarga.
Urgensi Pembinaan Rumah Tangga Islami
Diantara hal yang terpenting yang mempengaruhi terwujudnya kebahagian pada individu dan masyarakat adalah pembinaan keluarga yang istiqamah diatas ajaran Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah telah menjadikan rumah tangga dan keluarga sebagai tempat yang disiapkan untuk manusia merengkuh ketentraman, ketenangan dan kebahagiaan sebagai anugerah terhadap hambaNya.
Untuk itulah Allah berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar-Rum [30]:21)
Dalam ayat yang mulia ini Allah firmankan: (لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا) bukan (لِّتَسْكُنُوا مَعَهَا). Hal ini menunjukkan pengertian ketentraman dalam prilaku dan jiwa dan merealisasikan kelapangan dan ketenangan yang sempurna. Sehingga hubungan pasutri itu demikian dekat dan dalamnya seakan-akan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Allah jelaskan hal ini dalam firmanNya,
“Mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (Qs. Al-Baqarah [2]:187)
Apalagi bila hubungan ini ditambah dengan pembinaan dan pendidikan anak-anak dalam naungan orang tua yang penuh dengan rasa kasih sayang. Adakah nuansa dan pemandangan yang lebih indah dari ini? Hal ini menjadi penting karena perintah Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ ناراً وقودها النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عليها مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدادٌ لاَّ يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At-Tahrim [66]:6)
Ini semua menjadi tanggung jawab kita semua, sebab kita semua adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawaban sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَّةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّت) متفق عليه
“Kalian semua adalah pemimpin dan seluruh kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Penguasa adalah pemimpin dan seorang laki-laki adalah pemimpin, wanita juga adalah pemimpin atas rumah dan anak suaminya. Sehingga seluruh kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin.” (Muttafaqun alaihi)
Dalam hadits diatas, jelaslah Allah telah menjadikan setiap orang menjadi pemimpin baik skala bangsa, umat, istri dan anak-anaknya. Setiap orang akan dimintai pertanggung jawabannya dihadapan Allah. Ingatlah tanggung jawab anak dan istri adalah tanggung jawab besar disisi Allah, hal ini dengan menjaga mereka dari api neraka dan berusaha menggapai kesuksesan didunia dengan mendapatkan sakinah, mawaddah dan rahmat dan di akherat dengan masuk kedalam syurga. Inilah sesungguhnya target besar yang harus diusahakan untuk diwujudkan.
Oleh karena itu agama Islam memberikan perhatian khusus dan menetapkan kaedah dan dasar yang kokoh dalam pembentukan keluarga muslim. Islam memberikan kaedah dan tatanan utuh dan lengkap sejak dimulai dari proses pemilihan istri hingga memberikan solusi bila rumah tangga tidak dapat dipertahankan kembali.
Pembinaan keluarga ini semakin mendesak dan darurat sekali bila melihat keluarga sebagai institusi dan benteng terakhir kaum muslimin yang sangat diperhatikan para musuh. Mereka berusaha merusak benteng ini dengan aneka ragam serangan dan dengan sekuat kemampuan mereka. Memang sampai sekarang masih ada yang tetap kokoh bertahan namun sudah sangat banyak sekali yang gugur dan hancur berantakan. Demikianlah para musuh islam tetap dan senantiasa menyerang kita dan keluarga kita. Allah berfirman,
وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Qs. Al-baqarah [2]:217)
Hal ini diperparah keadaan kaum muslimin dewasa ini yang telah memberikan perhatian terlalu besar kepada ilmu-ilmu dunia, namun lupa atau melupakan ilmu agama yang jelas lebih penting lagi. Ilmu yang menjadi benteng akhlak dan etika seorang muslim dalam hidup, dan menggunakan kemampuannya dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh dengan gelombang ujian dan fitnah ini. Mereka lupa membina dirinya, keluarganya dan anak-anaknya dengan ajaran syari’at Islam yang telah membentuk para salaf kita terdahulu menjadi umat terbaik didunia ini.
Memang muncul satu fenomena bahwa urgensi dan tugas orang tua sekarang hampir-hampir menjadi sempit hanya sekedar mengurusi masalah pangan dan sandang saja. Ditambah lagi bapak sibuk dan ibupun tidak kalah sibuknya dalam memenuhi sandang pangan dan mencapai karier tertinggi. Akhirnya anak-anak terlantar dan tidak jelas arah pembinaan dan pendidikannya.
Padahal orang tua memiliki pengaruh besar dalam pembentukan dan pembinaan pribadi anak. Lihatlah sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam,
…. فأبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
“Lalu kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi atau Nashrani.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
dan contoh para salaf sholeh terdahulu.Karena itu diperlukan pembinaan keluarga SAMARA diatas ajaran dan bimbingan Rasululloh
Mengapa Harus di Atas Ajaran Rasululloh dan Contoh Para Salaf Sholih?[ 1]
Hal ini karena itu Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk mendidik manusia menjadi makhluk yang berakhlak mulia dan lepas dari kesesatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” ( Qs. al-Baqarah [2]: 151)
Demikianlah Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam membina dan mendidik para sahabatnya sehingga mereka lepas dari kebodohan dan kesesatan dan menjadi generasi terbaik, seperti dijelaskan Rasululloh dalam sabda beliau,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baiknya manusia adalah generasiku kemudian yang menyusul mereka kemudian yang menyusul mereka.” (HR al-Bukhori 5/191 dan Muslim no. 2533)
Mereka menjadi manusia terbaik dibawah pembinaan pendidik terbaik Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga Mu’awiyah bin al-Hakam radhiallahu ‘anhu mengungkapkan kekagumannya terhadap Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang pendidik dalam ungkapan indahnya,
مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ رواه مسلم
“Aku tidak akan melihat seorang pendidik sebelum beliau dan sesudahnya yang lebih baik dari beliau.” (HR Muslim no. 836)
Demikianlah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan terbaik yang Allah perintahkan kita untuk mencontoh dan mengikutinya dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Qs. al-Ahzab: 21). Dalam ayat lainnya, Allah memuji beliau dengan firmanNya.
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Qs al-Qalam[68]: 4)
Sehingga beliau menjadi standar dalam pendidikan dan kehidupan seluruh manusia, oleh karenanya Sufyaan bin ‘Uyainah al-Makki menyatakan: Sungguh Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah standar terbesar. Segala sesuatu ditimbang diatas akhlak, sirah dan petunjuk beliau. Semua yang sesuai dengannya maka itu adalah kebenaran dan yang menyelisihinya adalah kebatilan. [2]
Beliau dengan bimbingan dan taufiq dari Allah berhasil mendidik generasi terbaik yang telah mencapai kejayaan dan kemulian diatas dunia ini dan akan mendapatkan kebahagian mendampingi Rasululloh disyurga, yaitu generasi sahabat yang merupakan pemuka-pemuka para salaf ash-Sholih.
Setelah berlalu masa yang cukup panjang dan kaum muslimin sedikit demi sedikit melupakan generasi sahabat dan ajaran-ajaran Rasululloh yang pernah direalisasikan mereka dalam semua aspek kehidupan sehari-hari, maka lambat laum kemulian dan kejayaan tersebut akhirnya hilang dengan dipenuhinya hati kaum muslimin dengan cinta dunia. Akibatnya merekapun meninggalkan jihad di jalan Alllah . kemudian tampak pada mereka kehinaan dan kelemahan sehingga akhirnya kebidahan dan musuh-musuh mereka berhasil mencabik-cabik mereka sehingga realitanya dapat disaksikan dimasa kiwari ini.
Sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mengetahui garis besar singkat ketentuan pendidikan di masa salaf ash-Sholih agar kita teladani di masa kita sekarang ini. Juga agar kemulian yang telah lalu dan kejayaan yang telah hilang kembali lagi kepada kita. Sebab tidak ada jalan untuk demikian kecuali dengan kembali kepada ajaran agama yang pernah difahami dan diamalkan para salaf ash-Sholih. Kembali kepada agama kita yang hanif dan ajaran-ajarannya. Inilah yang dijelaskan Rasululloh ketika menyampaikan solusi kejayaan umat ini setelah menderita kehinaan dalam sabda beliau,
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Apabila kamu telah berjual beli dengan ‘Ienah (rekayasa riba), kalian memegangi ekor-ekor sapi, kalian ridho dengan pertanian dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian. Dia tidak akan mencabutnya hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR Abu Daud dan dinilai Syeikh al-Albani sebagai hadits shohih dengan berkumpulnya jalan-jalan periwayatannya (Shohih Bi Majmu’ Thuruqihi) dalam silsilah al-Ahadits ash-Shohihah no. 11)
Kembali kepada agama dalam hadits ini dijabarkan dan dijelaskan Rasululloh dalam hadits Abu Laits al-Waaqidi yang berbunyi,
إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ قَالُوْا وَ كَيْفَ نَفْعَلُ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ فَرَدَّ يَدَهُ إِلَى الْبِسَاطِ فَأَمْسَكَ بِهِ فَقَالَ : تَفْعَلُوْنَ هَكَذَا ! وَذَكَرَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ يَوْمًا : إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ فَلَمْ يَسْمَعُهُ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَقَالَ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ : آلاَ تَسْمَعُوْنَ مَا يَقُوْلُ رَسُوْلُ اللهِ ؟! فَقَالُوْا: مَا قَالَ ؟ قَالَ : إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَة . قَالُوْا فكَيْفَ لنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟فَكَيْفَ نَصْنَعُ؟ قَالَ : تَرْجِعُوْا إِلَى أَمْرِكُمُ الأَوَّلِ
“Sesungguhnya akan terjadi fitnah. Para sahabat bertanya: Lalu bagaimana kami berbuat wahai Rasululloh? Lalu beliau mengembalikan tangannya ke permadani dan memegangnya lalu berkata: ‘Berbuatlah demikian!’
Pada satu hari Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka, ‘Sungguh akan terjadi fitnah.’
Namun banyak orang yang tidak mendengarnya. Maka Mu’adz bin Jabal mengatakan, ‘Tidakkah kalian mendengar perkataan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Mereka menjawab, ‘Apa sabdanya?’ Maka beliau berkata, ‘Sesungguhnya akan terjadi fitnah.’ Mereka bertanya, ‘Bagaimana dengan kami wahai Rasululloh? Bagaimana kami berbuat?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Kalian kembali kepada urusan kalian yang pertama.’” (HR Ath-Thobrani dan sanadnya dinilai Shohih oleh Syeikh ‘Ali Hasan dalam at-Tashfiyah wa at-Tarbiyah)
Alangkah butuhnya kita dizaman ini untuk kembali kepada ajaran Rasululloh dan pemahaman para sahabat, khususnya dalam pendidikan. Kita juga butuh untuk menjalankan dan komitmen dengan adab-adabnya dan cara mereka mengajari anak-anak mereka dan menjadikannya sebagai pedoman dan metode perilaku kita. Hal ini tidak akan terealisasi kecuali setelah kita bersandar total kepada metode al-Qur’ani dan metode Nabi n dalam ilmu, belajar dan mengajar yang telah diamalkan para salaf sholih tersebut dengan menjadikannya sebagai dasar dan menerapkannya secara benar dan menyeluruh.
Pernyataan Salaf Tentang Usaha Menjaga Keluarga dari Neraka
Berikut ini sebagian pernyataan ulama salaf seputar menjaga keluarga dari neraka:
Ad-Dhohaak dan Muqaatil menyatakan, “Wajib bagi setiap muslim untuk mengajari keluarganya dari kerabat, budak wanita dan lelaki semua yang Allah wajibkan pada mereka dan yang dilarang. (lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Termasuk didalamnya memerintahkan anak-anak kecil untuk sholat. Sehingga dapat menjadi perisai diri dari neraka karena melakukan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Ajarilah diri kalian kebaikan dan ajarilah keluarga kalian kebaikan dan didiklah mereka.
Ibnu al-Qayyim menyatakan, “Berapa banyak orang yang menyengsarakan anak dan buah hatinya di dunia dan akherat dengan acuh dan tidak mendidiknya serta membantu mereka menumpahkan syahwatnya. Dengan itu, ia menganggap telah memuliakannya padahal ia menghinakannya dan telah memberikan kasih sayangnya padahal ia telah menzholiminya. Sehingga ia kehilangan (kesempatan) memanfaatkan anaknya (untuk bekal akhiran -ed) dan anaknya pun kehilangan bagiannya di dunia dan akherat. Apabila engkau perhatikan baik-baik kerusakan pada anak-anak maka engkau dapati umumnya dari pihak bapak (Tuhafatul Maudud Fi Ahkaam al-Maulud hal 242)
Beliau juga menyatakan, “Siapa yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya semua yang bermanfaat baginya dan meninggalkannya begitu saja, maka ia telah melakukan kejelekan yang paling besar padanya. Mayoritas anak-anak datangnya kerusakan pada mereka dari pihak bapak dan tidak perhatiannya mereka terhadap anak-anak serta tidak mengajari anak-anak kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Sehingga mereka telah menelantarkan anak-anak sejak kecil.
Mereka tidak dapat mengambil manfaat dari diri mereka dan orangtua mereka pun tidak dapat mengambil manfaatnya ketika telah tua. Sebagaimana ada sebagian orang tua yang mencela anaknya yang durhaka lalu sang anak menjawab, ‘Wahai bapakku engkau telah mendurhakaiku ketika aku kecil maka (sekarang) aku mendurhakaimu setelah engkau tua dan engakau telantarkan aku ketika aku masih kanak-kanak maka (sekarang) aku menelantarkanmu ketika engkau telah tua’. (Tuhfat al-Maudud bi Ahkam al-Maulud 229)
- Bersambung insya Allah -
Penulis: Ust. Kholid Syamhudi
DISADUR : H. ENDIK PRASETYA